RSS

Arsip Tag: Audio

Amplifier Perkutut-Pro


Masih banyak orang ingin merakit amplifier murah dengan daya yang relatif tinggi. Namun sayangnya saya belum menemukan rancangan amplifier yang sederhana, murah, dan berkualitas cukup baik. Masih banyak kit amplifier yang dirancang secara asal sehingga THD pada frekuensi tinggi sangat tinggi. Bagi yang pernah merakit amplifier gainclone seperti LM1875, LM3886, atau semacamnya mungkin tidak sanggup untuk mendengarkan kit amplifier transistor daya tinggi yang umum dijual di toko-toko, berlama-lama.

Rancangan amplifier saya yang sederhana seperti Emprit, AKSA 55 clone, Perkutut, tidak bisa dimodifikasi secara sederhana untuk menghasilkan daya tinggi namun kualitas suaranya tetap sama. Apalagi kali ini saya ingin memakai transistor yang mudah dicari di toko-toko. Pemakaian transistor yang mudah didapat tersebut tidak optimal dan makin menurunkan kualitas suara yang dihasilkan.

Setelah mencoba beberapa kali akhirnya saya memutuskan untuk memakai topologi Perkutut dengan modifikasi bagian VAS dengan memakai Hawksford cascode. Ini bisa menurunkan THD secara signifikan. Agar THD tidak berubah terlalu besar pada beban impedansi rendah, saya memutuskan untuk memakai output triple emitter follower (TEF). Amplifier ini saya namakan Perkutut-Pro dan hanya bisa dibebani dengan impedansi paling kecil sebesar 4 Ohm. Power supply bisa dari +-63VDC sampai +-77VDC.

Big-big Perkutut sch

Bagian input terdiri dari transistor Q1 dan Q2 yang difungsikan sebagai penguat diferensial atau LTP (Long Tailed Pair). Karena tidak memakai cermin arus maka DC Offset sulit menjadi kecil dengan pemakaian nilai resistor yang standard. Untuk itu diperlukan pengaturan DC Offset yaitu dengan R8. Q1 dan Q2 perlu ditempelkan dan diikat agar DC Offset stabil terhadap suhu.

Untuk bagian VAS (Voltage Amplification Stage), memakai Hawksford cascode, yaitu Q3, Q4, dan LED1. LED1 harus led warna hijau, yang memaksa tegangan kolektor-emitor Q4 tetap. Ini mengakibatkan berkurangnya efek Early Voltage.  Q3 bisa diganti dengan transistor video yang memiliki Cob kecil, namun sulit dicari di toko-toko. Penggunaan VAS seperti ini akan menurunkan THD secara signifikan, seperti pada amplifier Blameless 1200 dan Elang Amplifier rancangan saya.

Bagian output memakai triple emitter follower (TEF), sehingga input impedansinya tinggi dan mengurangi cacat pada bagian VAS. Namun sayangnya TEF ini mudah berosilasi kalau rancangannya tidak benar dan perancangan arus biasnya juga sulit untuk presisi. Ada beberapa cara kompensasi TEF, bisa pada transistor pre-driver-nya atau pada transistor driver-nya. Saya lebih suka memakai kompensasi pada transistor drivernya karena tidak mempengaruhi slew rate secara signifikan.  Rangkaian kompensasi tersebut adalah R34, C19 dan R35, C20.

Untuk bias servonya sendiri memakai 2 transistor Q5 dan Q6. Q5 ditempelkan pada pendingin transistor driver Q11 dan Q12 yang berupa lembaran aluminium. Sedangkan Q6 ditempelkan pada pendingin transistor final. Arus bias diatur dengan R25 sebesar 30mA atau 6,6mV pada resistor 0,22Ohm 5watt.

Hasil Simulasi

Power Supply 77VDC
Phase Margin = 77 derajat
Gain Margin = 12 dB
THD pada 280W/8Ohm, 1kHz -> 0.006826%
THD pada 280W/8Ohm, 20kHz -> 0.009644%
Slew Rate = 58 V/uS
PSRR pada 1kHz -> 113 dB

Daya maksimal sekitar 560W rms pada 4 Ohm. Diperlukan trafo 55VAC CT 10A.

Power Supply 63VDC
Phase Margin = 76 derajat
Gain Margin = 11 dB
THD pada 182W/8Ohm, 1kHz -> 0.005477%
THD pada 182W/8Ohm, 20kHz -> 0.008397%
Slew Rate = 44 V/uS
PSRR pada 1kHz -> 112 dB

Daya maksimal sekitar 350W rms pada 4 Ohm. Diperlukan trafo 45VAC CT 10A.

Contoh Layout

Big-big Perkutut top


Big-big Perkutut bottom

 

Update 2 November 2019

Beberapa orang mengalami masalah short transistor Q7 (capacitance multiplier/CM bagian PSU positif). Ini kemungkinan terjadi karena tegangan PSU berubah terlalu lambat saat dihidupkan (slow turn-on) jadi Q7 mengalami disipasi daya tinggi dalam waktu yang cukup lama (beberapa puluh mili detik). Ini tidak akan membuat Q7 langsung rusak.

 

Cara mengatasinya ada dua:

  1. Tidak pakai CM. R27 diganti nilainya dengan 22 Ohm 0,5W dan basis-emitor Q7 dihubungsingkat. Q7 tidak dipasang.
  2. Ganti Q7 dengan MJE340, R27 dengan 680 Ohm 0.5W dan R28 dengan 47K Ohm 0.5W.

Untuk CM PSU bagian negatif, yaitu Q8 bisa juga disamakan modifikasinya:

  1. Tidak pakai CM. R30 diganti nilainya dengan 22 Ohm 0,5W dan basis-emitor Q8 dihubungsingkat. Q8 tidak dipasang.
  2. Ganti Q8 dengan MJE350, R30 dengan 680 Ohm 0.5W dan R29 dengan 47K Ohm 0.5W.
 
21 Komentar

Ditulis oleh pada 2 Februari 2016 inci Audio

 

Tag: ,

AX16(AX14) Modification


Saya mengikuti thread ini di forum diyaudio. Lalu saya lihat schematic AX16 rancangan dari Apex. Saya tidak tahu kalau AX16 itu adalah AX14 yang ditambahkan proteksi arus lebih (over current). Saya tertarik untuk membuat simulasinya tanpa menyertakan rangkaian proteksi tersebut. Ini file simulasinya.

Kemudian saya memodifikasinya agar THD-nya lebih kecil dan slew rate –nya lebih tinggi. Sehingga jadinya seperti ini, termasuk layout PCB nya. Namun atas saran dari salah seorang anggota forum tersebut, akhirnya skematik dan PCB layoutnya menjadi seperti ini.

Untuk men-download file-file tersebut, kita harus mendaftar menjadi anggota forum tersebut.

Cara Kerja AX16(AX14) Modifikasi

Amplifier ini memakai topologi Lin atau Blameless (istilah dari Douglas Self). Yaitu bagian input memakai penguat diferensial atau Long Tail Pair (LTP), diikuti penguat tegangan utama atau Voltage Amplification Stage (VAS) dan terakhir adalah bagian output sebagai penguat arus.

Bagian LTP dibentuk oleh transistor Q1 dan Q5 yang memiliki kriteria low noise dan hFE-nya tinggi. Arus LTP ditentukan oleh sumber arus tetap Q3. Arus kolektor Q3 = (tegangan maju LED merah – VBE) / R7 yaitu sekitar 3,7mA. R9 untuk mengatur DC Offset. Beban LTP memakai cermin arus Q2 dan Q4 sehingga penguatan tegangan pada LTP cukup tinggi. D1 digunakan sebagai clamping agar saat clipping tidak terjadi “sticky” atau sinyalnya seolah-olah lengket ke power supply selama beberapa saat.

Untuk VAS-nya sendiri memakai konfigurasi Baxandall super-pair, Q7 dan Q9, suatu jenis kaskade yang ditemukan oleh Baxandall. VAS seperti ini sering dipakai Yamaha pada amplifiernya. VAS tersebut dibebani oleh sumber arus tetap yang dikonfigurasikan juga sebagai Baxandall super-pair, yaitu Q6 dan Q8. Sebenarnya sumber arus tetap ini bisa memakai satu transistor saja, namun saya tidak ingin mengubah terlalu banyak. Besarnya sumber arus tetap ini sekitar 6,4mA.

Kompensasi amplifier ini memakai kompensasi Transitional Miller Compensation (TMC), yaitu C6, C7, dan R16. Agar mendapatkan phase margin dan gain margin yang baik, maka ditambahkan C8 dan R19.

Kemudian bagian output memakai double emitter follower, Q11, Q12, Q13, dan Q14. Q11 dan Q12 bekerja pada kelas A, sedangkan Q13 dan Q14 bekerja pada kelas AB. Agar arus biasnya stabil, maka dipakai bias servo Q10. Arus bias sekitar 110mA yang diatur oleh R23.

Amplifier ini sudah dicoba oleh salah seorang anggota forum tersebut. Hasilnya seperti ini.

Pengaturan DC Offset dan Arus Bias

Sebelum amplifier dinyalakan, atur R23 agar tahanannya maksimal. Lalu Input SL1 dihubungsingkat dan pada output tidak dihubungkan apapun. Hidupkan amplifier. Atur R23 agar tegangan antara emitor Q13 dan Q14 sebesar 48mV sampai 52mV. Ini akan menghasilkan arus bias sekitar 110mA. Setelah itu atur R9 agar tegangan antara OUTPUT dan GROUND nol volt, maksimal +-10mV.

Matikan amplifier dan SL1 dikembalikan seperti sebelumnya. Amplifier siap digunakan.

Selamat mencoba.

 

 
24 Komentar

Ditulis oleh pada 16 Desember 2015 inci Audio

 

Tag: ,

OTL Amplifier


Jaman dulu, sekitar sampai tahun 80an, masih banyak amplifier pabrikan yang memakai output capacitor karena pemakaian catu daya tunggal. Amplifier ini dinamakan OTL (Output Transformerless) atau amplifier dengan output tanpa memakai trafo. Pada jaman itu masih banyak amplifier bekerja di kelas B.

Jika Anda ingin bernostalgia membuat amplifier OTL tapi dengan transistor jaman sekarang dan bekerja pada kelas AB, maka amplifier ini adalah jawabannya.

OTL AMPLIFIER SCH

Sedikit banyak, mungkin Anda sudah familiar dengan skema di atas. Perbedaannya utama amplifier ini dengan amplifier OTL jaman dulu ada dua hal. Yang pertama adalah pemakaian VAS dua transistor Q2 dan Q3 dalam konfigurasi CFP (Complementary Feedback Pair) atau Sziklai. Yang kedua adalah Q4 yang berfungsi sebagai bias servo. Ini merupakan suatu keharusan jika membuat amplifier kelas AB dengan output transistor bipolar. Q4 harus ditempel dalam satu pendingin dengan Q5, Q6, Q7, dan Q8.

R3 digunakan untuk mengatur tegangan TP1 setengah dari tegangan catu daya. Jadi karena catu dayanya memakai tegangan 70VDC maka tegangan TP1 menjadi 35VDC. R14 digunakan untuk mengatur arus bias transistor Q7 dan Q8. Atur R14 agar tegangan antara TP2 dan TP1 sebesar 23mV sehingga arus biasnya menjadi sekitar 70mA.

Kompensasi amplifier ini memakai kapasitor Miller C6 dan lead compensation C7. Gainnya sebesar 1 + (R10 / R9).

Pemakaian elco di jalur sinyal tidak terhindarkan, yaitu pada C15. Ini akan meningkatkan cacat di frekuensi rendah. Namun kualitas elco jaman sekarang jauh lebih baik daripada jaman dulu. Pastikan untuk memakai elco yang bagus untuk C15 ini.

R26 adalah resistor 4.7 Ohm 1 Watt yang diparalel dengan induktor 1uH yang dibuat dengan kawat email dengan diameter 1mm digulung ke spidol yang diameternya 15mm sebanyak 9 lilitan, dililit dengan rapat.

Hasil Simulasi

Phase Margin = 75 derajat.
Gain Margin = 15 dB
THD pada 46W/8Ohm, 1kHz -> 0.003279%
THD pada 46W/8Ohm, 20kHz -> 0.016453%
Slew Rate = 64 V/uS
PSRR 1khz = 85 dB

Layout PCB

OTL AMPLIFIER TOP

OTL AMPLIFIER BOTTOM

Cara Setting

Setelah amplifier dihidupkan, atur R3 agar tegangan TP1 terhadap ground setengah tegangan catu daya (sekitar 35VDC). Lalu atur R14 agar tegangan TP2 terhadap TP1 sebesar 23mV. Sekali lagi periksa tegangan TP1 terhadap ground, atur kembali jika berubah.

Selamat mencoba.

 
18 Komentar

Ditulis oleh pada 16 November 2015 inci Audio

 

Tag: ,

Bass Shaker Amplifier


Selama ini saya selalu memakai transistor final dengan fT tinggi, karena saya penggemar slew rate yang tinggi. Namun saya memiliki transistor bekas seperti MJ15003 dan MJ15004 yang fT nya sangat kecil dibandingkan transistor final jaman sekarang. Saya ingin memanfaatkan transistor tersebut. Tentu saja slew rate nya tidak boleh terlalu tinggi, bisa membahayakan transistor tersebut. Jadi yang cocok adalah amplifier untuk subwoofer. Saya akan memakai transistor yang mudah didapatkan di toko-toko sehingga akan mudah dibuat oleh teman-teman saya di daerah.

Topologi amplifier kelas AB yang memiliki keunggulan di frekuensi rendah adalah topologi simetris. Maka saya akan memakai topologi penemuan saya ini. Setelah saya simulasikan beberapa kali untuk mencoba beberapa kemungkinan, maka hasilnya seperti ini.

bass shaker amp sch

Cara Kerja

Input amplifier ini memakai dua LTP yang simetris, Q3-Q5 dan Q4-Q6. Masing-masing LTP arus kerjanya ditentukan oleh sumber arus tetap atau CCS Q1 dan Q2 yang besarnya sekitar 3mA. Trimpot R10 digunakan untuk mengatur DC Offset. Pada bagian VAS juga memakai dua LTP yang simetris, Q7-Q9 dan Q8-Q10. Kompensasinya hanya memakai kompensasi Miller biasa, C8 dan C9. Sengaja saya tidak memakai lead compensation karena tidak memerlukan slew rate yang tinggi.

Bagian output memakai triple emitter follower (TEF) dikarenakan dua hal. Pertama, ini memungkinkan saya memakai arus kerja pada VAS yang cukup kecil yaitu sekitar 4mA sehingga saya bisa memakai transistor 2N5401/2N5551 pada bagian VAS. Kedua, karena nilai hFE transistor final yang turun drastis saat arus kolektornya naik. Ini mengakibatkan cacat yang cukup tinggi. Dengan memakai TEF total penguatan arus bagian output jadi sangat tinggi, jadi penurunan hFE tersebut pengaruhnya sangat kecil.

Pada bagian bias servo saya memakai konfigurasi darlington. Koefisien suhu Q12 sebesar -6mV/derajat Celsius dan koefisien suhu transistor final adalah 2 kali VBE, yaitu -4,4mV/derajat Celsius. Q12 ditempelkan pada pendingin transistor final sehingga saat transistor final panas arus biasnya akan sedikit turun. Arus bias optimum pada 75 mA.

Hasil Simulasi

Pada simulasi saya memakai transistor final MJL21194 dan MJL21193 yang memiliki fT rendah sekitar 4 MHz. Model transistor ini dari Bob Cordell yang terkenal sangat akurat. Untuk transistor final MJ15003 dan MJ15004 akan menghasilkan cacat yang sedikit lebih tinggi.

Pada power supply +-56VDC:
Phase Margin = 79 derajat
Gain Margin = 18 dB
THD pada 127W/8Ohm, 1kHz -> 0.003665%
THD pada 127W/8Ohm, 20kHz -> 0.020241%
Slew Rate = 46 V/uS
PSRR pada 1kHz = 112 dB

Pada power supply +-45VDC:
Phase Margin = 78 derajat
Gain Margin = 18 dB
THD pada 78W/8Ohm, 1kHz -> 0.003428%
THD pada 78W/8Ohm, 20kHz -> 0.022291%
Slew Rate = 46 V/uS
PSRR pada 1kHz = 110 dB

Layout PCB

bass shaker amp top

bass shaker amp bottom

Konstruksi

Agar DC Offset stabil terhadap suhu maka setiap transistor LTP ditempel badannya dan diikat, yaitu Q3 dan Q5, Q4 dan Q6, Q7 dan Q9, serta Q8 dan Q10.

Transistor final memakai heatsink siku dan heatsink sirip yang cukup besar. Jangan pelit soal heatsink ini, usahakan agar dapat digunakan tanpa kipas/fan.

Trafo yang digunakan 35 sampai 40V CT 5A untuk mono.

Cara pengaturannya sederhana. Pertama, atur R10 agar DC Offset mendekati nol, atau paling besar +-10mV. Lalu ukur tegangan kedua kaki resistor 0.22 5 watt (probe hitam dan merah pada kedua kaki resistor tersebut). Atur R35 agar tegangannya menunjukkan 16mV sampai 17mV. Lalu periksa kembali DC Offset, jika berubah atur kembali.

Amplifier ini cocok digunakan sebagai amplifier subwoofer dengan subwoofer controller.

Implementasi

PCB amplifier ini dibuat oleh Panggih Sugiartono (terimakasih ya). Belum diberi heatsink yang memadai, jadi arus biasnya dibuat kecil. Suaranya bagus, bahkan di frekuensi tinggipun juga masih bagus. Untuk review-nya akan dibuat setelah diberi heatsink yang memadai.

BassShakerAmplifier

BassShakerAmplifier1

Selamat mencoba.

Update 20 Juni 2017

Beberapa teman komplain, VAS transistor ini terlalu panas jika memakai power supply 56VDC. Solusinya ada dua yaitu:

  1. Q7 dan Q9 ditempel ke lempengan aluminium dengan lem thermal. Demikian juga dengan Q8 dan Q10.
  2. R27 dan R28 diganti nilainya menjadi 150 Ohm.
 
7 Komentar

Ditulis oleh pada 13 Oktober 2015 inci Audio

 

Tag: ,

Emprit Amplifier


Akhir-akhir ini saya termotivasi untuk merancang amplifier yang sederhana dan memakai transistor yang relatif mudah didapatkan di toko-toko elektronik. Bisakah dalam keterbatasan tersebut dihasilkan rancangan amplifier yang baik?

Setelah Blameless 100 sukses diimplementasikan, sekarang saya merancang amplifier yang lebih sederhana dan dayanya lebih kecil. Cocok untuk percobaan buat rekan-rekan yang sedang mempelajari perancangan amplifier. Saya namakan Emprit amplifier. Skematiknya bisa dilihat di bawah ini.

Emprit sch

Amplifier ini memakai tegangan power supply sebesar +-21VDC atau +-25VDC. Nilai komponen dalam kurung untuk penggunaan power supply +-25VDC. Daya maksimal sekitar 20W rms pada 8 Ohm atau 30W rms pada 4 Ohm dengan power supply +-21VDC dan 32W ems pada 8 Ohm atau 50W rms pada 4 Ohm dengan power supply +-25VDC.

Rancangan ini sederhana seperti AKSA 55 dengan sedikit optimalisasi agar cacat harmonik ke-2 lebih dominan dengan  mempertahankan THD tetap rendah. Jadi dasar rancangannya hanya akan saya jelaskan perbedaannya.

Arus pada penguat diferensial (LTP) memakai resistor R7 dan R6. R6 gunanya untuk mengatur agar DC Offset minimal. Agar arus pada LTP stabil terhadap perubahan tegangan power supply, maka digunakan tegangan referensi LED yang noise-nya lebih kecil daripada dioda zener. LED1 sampai LED4 harus memakai LED warna biru yang memiliki tegangan maju 3,4V jadi tegangan referensinya 13,6V. Lalu kolektor Q2 di-fold back ke emitor Q3.

Karena transistor driver Q5 dan Q6 tidak memerlukan pendingin, maka transistor bias servo Q4 hanya perlu mengkompensasi transistor final Q7 dan Q8. Untuk mengurangi koefisien suhu Q4 digunakan dioda D1. Q4, Q7, dan Q8 harus ditempel pada pendingin yang sama agar arus biasnya stabil terhadap suhu. Transistor final bisa memakai 2SC4467 dan 2SA1694 yang disipasi dayanya lebih rendah (80W maks).

R32 adalah resistor 4.7 Ohm 1W yang diparalel dengan induktor 2uH.

Hasil simulasi

Power supply: +-21VDC
Phase Margin = 77 derajat
Gain Margin = 10 dB
THD pada 17W/8Ohm, 1kHz -> 0.006249%
THD pada 17W/8Ohm, 20kHz -> 0.008589%
Slew Rate = 62 V/uS
PSRR 1kHz -> 92 dB

Power supply: +-25VDC
Phase Margin = 77 derajat
Gain Margin = 10 dB
THD pada 25W/8Ohm, 1kHz -> 0.008204%
THD pada 25W/8Ohm, 20kHz -> 0.009733%
Slew Rate = 63 V/uS
PSRR 1kHz -> 92 dB

Layout PCB

Contoh rancangan PCB

Emprit top

Emprit bottom

Hasil Implementasi

Teman saya, De Yusman berhasil membuat amplifier ini. Review-nya ada di group Facebook “DIY Audio Indonesia”.

emprit

Dari beberapa teman yang sudah berhasil membuat amplifier ini, ada salah satu yang foto rakitannya menarik. Atas ijin yang punya, Agung Wahyudi, saya tampilkan fotonya di sini.

Emprit_Agung_Wahyudi

Update 1 Mei 2016

Beberapa orang yang membuat amplifier ini mencoba dengan transistor yang lebih baik yang mungkin agak susah didapatkan di toko-toko elektronik. Mereka mengklaim hasil yang lebih baik.

Transistor tersebut adalah:

2SC1815 diganti dengan 2SC1845

2SA1015 diganti dengan 2SA992

2N5551 diganti dengan MPSW42

2N5401 diganti dengan MPSW92

Selamat bereksperimen.

 
27 Komentar

Ditulis oleh pada 5 September 2015 inci Audio

 

Tag: ,

Blameless 100


Setelah amplifier Blameless 150 dan Perkutut diperkenalkan di sebuah komunitas audio di Jakarta dan mendapatkan apresisasi yang baik, maka saya ingin membuat amplifier yang sederhana, dayanya lebih kecil, menggunakan transistor yang mudah didapat, dan kualitasnya di antara Blameless 150 dan Perkutut.

Blameless 150 saya rancang dengan konsep THD sekecil mungkin dan slew rate setinggi mungkin. Sedangkan Perkutut adalah amplifier sesederhana mungkin dengan THD yang tidak terlalu kecil tapi cacatnya dominan harmonik ke-2, juga dengan slew rate yang tinggi. Nah, Blameless 100 ini saya usahakan THD nya sekecil mungkin tapi cacatnya dominan harmonik ke-2, dan tentu saja slew rate nya tinggi, Seperti ini skematiknya secara konseptual.

Blameless100

Bagian Output

Bagian output saya konfigurasikan sebagai double emitter follower (EF2). Dengan power supply +-35VDC, amplifier ini mampu dibebani impedansi sampai 4 Ohm. Q9 sebagai sensor suhu harus ditempel pada pendingin transistor final agar arus biasnya stabil terhadap suhu. Arus bias diatur dengan R19 sebesar 90 – 100 mA untuk mendapatkan cacat crossover sekecil mungkin sesuai dengan kriteria Oliver.

Bagian VAS

VAS (Voltage Amplification Stage) dibentuk oleh Q6 dan Q8 yang dikonfigurasikan sebagai double emitter follower (EF2) atau oleh Douglas Self disebut enhanced beta VAS. Beban VAS adalah CCS (Constant Current Source) Q7 dan Q3. Penguatan tegangan pada VAS ini sangat tinggi sehingga dimungkinkan memakai kompensasi TMC (Transitional Miller Compensation) C5, C6, dan R12. Penggunaan kompensasi ini memungkinkan open loop gain pada frekuensi tinggi besar, sehingga THD pada frekuensi tinggi bisa sangat kecil.

Bagian Input

Input memakai LTP (Long Tail Pair) Q1 dan Q5 yang dibebani oleh cermin arus (current mirror) Q2 dan Q4. Penggunaan cermin arus selain bisa memaksa arus kolektor Q1 dan Q5 sama sehingga DC Offset menjadi kecil, juga meningkatkan open loop gain. Titik kerja LTP ini ditentukan oleh R7 yang sekaligus berfungsi sebagai bias dari Q3. Tidak digunakannya CCS pada LTP disebabkan agar cacat harmoniknya dominan harmonik ke-2. Tapi PSRR (Power Supply Rejection Ratio) menjadi kecil. Ini diatasi dengan penggunaan capacitance multiplier Q10 dan Q11.

Hasil Simulasi

Bl100freq

Gambar di atas adalah frekuensi respon sinyal kecil.

Bl100tian

Gambar di atas adalah loop gain yang dihasilkan oleh Tian probe. Terlihat bahwa Phase Margin sebesar 65 derajat dan Gain Margin sebesar 19 dB.

Bl100thd

THD pada 37W/8Ohm, 1kHz -> 0.000368%
THD pada 37W/8Ohm, 20kHz -> 0.003724%

Bl100sr

Gambar di atas menunjukkan slew rate sebesar 67V/uS.

Bl100psrr

Gambar di atas menunjukkan PSRR amplifier ini.

Saat ini sedang dibuat prototype Blameless 100. Kualitas suaranya cukup menjanjikan. Tidak lama lagi kit amplifier ini bisa dipesan ke Daniel Suroyo. Setelah di “tweak” beberapa kali, hasilnya seperti ini:

blameless100proto

Hasil simulasi terakhir:

Phase Margin = 76 derajat
Gain Margin = 14 dB
THD pada 38W/8Ohm, 1kHz -> 0.000269%
THD pada 38W/8Ohm, 20kHz -> 0.002658%
Slew Rate -> 72 V/uS
PSRR pada 1kHz -> 134 dB

Upgrade

Blameless 100 masih bisa ditingkatkan kualitas suaranya dengan mengganti beberapa komponen yang lebih baik. Salah satu yang paling berpengaruh adalah penggunaan transistor VAS dengan Cob yang kecil. Di bawah ini foto-foto Blameless 100 yang sudah di-upgrade beberapa komponennya oleh Waluyo Jonoperwito.

Blameless100upgrade

Blameless100upgrade1

Hasil rekaman Dengan Memakai Amplifier Blameless 100

Amplifier Blameless 100 ini dengan memakai speaker bookshelf DIY seorang teman, direkam suaranya dengan dua buah microphone di depan kedua speaker tersebut. Hasilnya seperti ini: https://drive.google.com/open?id=0B_YjNKMKpzoLMGp4QnFsc1lTUDQ

 
30 Komentar

Ditulis oleh pada 24 Juli 2015 inci Audio

 

Tag: ,

Subwoofer Controller


Untuk membuat sistem audio 2.1 atau subwoofer aktif diperlukan low pass filter untuk melewatkan frekuensi rendah dan membuang frekuensi tinggi. Karena sifat frekuensi rendah yang menyebar ke segala arah, maka rekaman musik frekuensi rendahnya bersifat mono, yaitu bagian kanan dan kiri sama. Sehingga hanya diperlukan satu subwoofer saja. Bisa saja subwoofer dibuat banyak, tapi tujuannya agar suara frekuensi rendah merata bukan untuk membedakan asal suara frekuensi rendah itu sendiri.

Rangkaian low pass filter ini sebaiknya frekuensi crossovernya bisa diatur agar frekuensi respon secara keseluruhan bisa rata dan bisa menyesuaikan dengan respon frekuensi speaker satelit yang digunakan. Rancangannya seperti ini.

Subwoofer controller

SL1 line input dan SL2 line output. IC1 sebagai pre-amp yang menguatkan tegangan sekitar 3X. Lalu outputnya dicampur sehingga menjadi mono. Kemudian sinyalnya masuk ke IC2A yang berfungsi sebagi subsonic filter, yaitu sinyal dengan frekuensi di bawah 20 Hz dibuang. Sinyal dengan frekuensi di bawah 20 Hz ini tidak bisa didengar dan seringkali menyebabkan cacat speaker subwoofer meningkat.

Kemudian sinyal dengan frekuensi di atas 290 Hz dibuang oleh IC2B, yang keluarannya diumpankan ke low pass filter yang frekuensi crossover-nya bisa diatur dari 35 Hz sampai 150 Hz dengan IC3A. Dengan adanya IC2B, slope atau kemiringan filter menjadi lebih tajam. IC2B dan IC3A difungsikan sebagai Butterworth filter orde dua.

Keluaran output filter di atas dimasukan ke pengatur fasa yang fasanya bisa diatur dari 0 sampai 180 derajat. Tujuannya agar suara subwaoofer sefasa dengan suara speaker satelitnya. Karena penempatan subwoofer yang seringkali tidak sejajar dengan speaker satelit sehingga diperlukan koreksi fasa. Lalu ditambahkan juga pengatur volume dengan R25. SL4 dihubungkan ke amplifier subwoofer. Daya amplifier subwoofer sebaiknya minimal 2x daya amplifier speaker satelitnya.

Layout PCB nya saya upload ke group facebook yang bernama “DIY Audio Indonesia” dan sudah dicoba oleh tiga orang.

Seorang teman di sosial media membuat video implementasi dari subwoofer controller ini. PCB nya diproduksi oleh Daniel Suroyo. Atas ijinnya saya muat video tersebut di sini: subwoofer controller.

Update 25 Februari 2016

Beberapa orang yang sudah mencoba rangkaian ini merasa penguatan tegangan IC1 kurang besar. Penguatan tegangan (gain) ditentukan oleh 1 + (R3/R7) atau 1 + R4/R9, yaitu sekitar 3X. Untuk menaikkan penguatan tegangannya nilai R7 dan nilai R9 bisa diganti nilainya dengan yang lebih kecil. Misalnya R7 dan R9 diganti dengan nilai 1K sehingga penguatan tegangannya menjadi 11X.

 
31 Komentar

Ditulis oleh pada 7 Juli 2015 inci Audio

 

Tag:

Simple Quasi Complementary Amplifier


Pada awal ditemukannya transistor, sangat sulit untuk membuat transistor daya PNP sehingga harganya menjadi jauh lebih mahal daripada transistor daya jenis NPN. Agar harga amplifier terjangkau maka dibuatlah amplifier yang memakai transistor final jenis NPN semua. Output amplifier yang transistor finalnya memakai satu jenis transistor dinamakan Quasi Complementary. Rancangan ini disempurnakan oleh Peter Baxandall.

Saat sekarang sangat mudah untuk membuat transistor daya besar baik tipe NPN maupun PNP. Harga transistor final yang komplementer (pasangan) juga sudah sangat murah. Jadi tidak ada alasan untuk membuat rancangan quasi complementary lagi. Namun ada saatnya kita memiliki transistor daya bekas jaman dulu yang tipe sama semuanya. Daripada tidak ada gunanya, lebih baik kita buat amplifier. Kali ini saya akan membuat rancangan amplifier sederhana yang memakai transistor final 2N3055 semuanya. Inilah schematic nya,

Simple Quasy NPN

Cara kerjanya seperti AKSA 55 hanya saja transistor finalnya memakai tipe NPN semuanya. Q6 dan T1 membentuk konfigurasi double emitter follower. Sedangakan Q6 dan T2 sebagai complementary feedback pair (CFP) atau Sziklai. Q7 difungsikan sebagai dioda yang merupakan ide dari Peter Baxandall untuk mengurangi cacatnya.

Q4 sebagai bias servo harus dipasang pada pendingin transistor final. R15 untuk mengatur arus bias transistor final sehingga arus pada R23 dan R24 sebesar 80mA.

Hasil Simulasi

Phase Margin = 73 derajat
Gain Margin = 24 dB
THD pada 23W/8Ohm, 1kHz -> 0.016529%
THD pada 23W/8Ohm, 20kHz -> 0.068379%
Slew Rate = 32 V/uS

Tegangan power supply yang digunakan +-25V DC akan menghasilkan daya maksimal sekitar 25 W rms pada 8 Ohm atau 32 W rms pada 4 Ohm. Untuk konfigurasi stereo diperlukan trafo 18V CT 3A.

 
14 Komentar

Ditulis oleh pada 11 Maret 2015 inci Audio

 

Tag: ,

Dasar-dasar Perancangan Mixer (Bagian II)


Sumber sinyal yang diambil dari microphone adalah mono (satu sinyal tunggal), namun sistem audio yang umum dipakai adalah stereo (dua sinyal untuk speaker kanan dan kiri). Untuk menempatkan “posisi” sumber sinyal tersebut di antara speaker kiri dan kanan di perlukan pengaturan yang dinamakan panpot (panoramic potentiometer). Panpot ini akan membagi sumber sinyal tersebut ke dua jalur stereo yang proporsinya bisa di atur. Jika dibagi sama besar maka sinyal akan berada di tengah.

Agar panpot memberikan pengaturan yang halus untuk stereo (penempatan posisi sumber suara), maka pengaturan panpot harus mengikuti kurva sinus atau cosinus, seperti di bawah ini.

kurvapanpot

Jika posisi panpot di tengah, maka kedua sinyal kiri dan kanan masing-masing mendapatkan sinyal sebesar -3 dB.

Namun sayangnya, potensiometer yang mengikuti kurva sinus/cosinus sangat jarang. Kebanyakan yang beredar di pasaran adalah potensiometer yang memiliki kurva linier dan logaritmis. Pengaturan dengan kurva sinus/cosinus bisa didekati dengan potensiometer linier yang dibebani dengan resistor seperti di bawah ini.

lawbendingpanpot

Kurvanya seperti ini (untuk salah satu potensio).

lawbendingpanpotkurva

Kualitas potensiometer untuk panpot sangat penting. Seringkali posisi panpot diujung namun salah satu channel masih tetap menerima sinyal walaupun kecil, sehingga lebar stereo jadi sempit. Bocoran sinyal sebesar -65 dB masih dimungkinkan.

Agar lebih mendekati kurva sinus/cosinus digunakan aktif panpot, yaitu patpot dengan komponen aktif yang berupa op-amp. Rangkalannya ada di bawah ini.

aktifpanpot

Rlaw pada pasif panpot diganti dengan variable impedansi negatif yang dibentuk oleh op-amp. Kurvanya seperti ini.

aktifpanpotkurva

 
6 Komentar

Ditulis oleh pada 20 Februari 2015 inci Audio

 

Tag:

Elang Amplifier


Beberapa teman saya meminta saya untuk membuat rancangan amplifier dengan transistor yang mudah didapatkan di toko-toko elektronik, terutama di daerah-daerah. Banyak rancangan amplifier saya yang transistornya sulit dicari, terutama transistor untuk VAS. Sebagian besar kit amplifier daya besar memakai MJE340/350 untuk transistor VAS. Memang transistor ini memiliki tegangan VCE maksimal yang tinggi dan arus kolektor maksimal yang cukup tinggi, namun sayangnya Cob nya juga tinggi dan fT-nya rendah. Jadi sulit untuk mendapatkan THD yang rendah pada frekuensi tinggi.

Untungnya ada satu cara agar pengaruh Cob ini berkurang, yaitu dengan kaskade. Namun ada kerugian juga akibat kaskade ini, yaitu bagian VAS menjadi lebih cepat clipping sehingga daya maksimal menjadi sedikit berkurang. Namun hal ini tidak menjadi masalah yang signifikan untuk amplifier berdaya besar. Favorit hampir seluruh DIY di Indonesia. Inilah schematic nya.

ElangAmplifierSch

Bagian Output

Bagian Output sama dengan Blameless 1200 yaitu memakai triple emitter follower (TEF). Transistor driver dan final dipasang pada satu pendingin. Transistor bias servo Q15 juga dipasang pada pendingin utama agar suhunya mengikuti suhu transistor driver dan final agar arus bias transistor final stabil terhadap suhu. Arus bias transistor final diatur oleh R27 sebesar 48mA. Transistor pre-driver Q18 dan Q10 diberi pendingin kecil.

Bagian Voltage Amplification Stage (VAS)

VAS memakai konfigurasi simetris dengan Hawksford cascode (kaskade yang ditemukan oleh Professor M. Hawksford). Q11 dan Q12 bagian positif serta Q13 dan Q14 bagian negatif. LED warna biru untuk tegangan referensi sekitar 3V. Hawksford cascode menghasilkan Total Harmonic Distortion (THD) yang lebih kecil daripada kaskade biasa. Kompensasi VAS dengan kompensasi Miller C8 dan C9 ditambah dengan kompensasi lead C11 dan C12. Ini untuk menghasilkan slew rate yang tinggi namun phase margin dan gain margin masih memenuhi syarat.

Q12 dan Q13 harus diberi pendingin yang memadai.

Bagian Input

Input memakai dua penguat diferensial (LTP) yang simetri yang pertama kali diperkenalkan oleh Professor Leach. Titik kerja LTP ini ditentukan oleh sumber arus tetap Q1 dan Q2 sebesar 4mA dan terbagi dua pada masing-masing transistor LTP tersebut. Kedua LTP ini juga di kaskade agar bisa memakai transistor yang hFE nya tinggi dan low noise. Tipe transistor seperti ini biasanya tegangan maksimal VCE nya cukup kecil.

DC Servo

DC servo gunanya untuk menjaga DC Offset selalu mendekati nilai 0V dalam kondisi apapun. DC Servo ini dilakukan oleh op-amp IC1 yang merupakan integrator. Tegangan output amplifier di filter oleh R30 dan C19 lalu diintegralkan dan hasilnya diinjeksikan ke titik umpan balik untuk mengkoreksi tegangan DC akibat perubahan tegangan power supply atau karena perubahan suhu. C16 dan C19 tipenya harus film, paling baik jenis MKT. Untuk op-amp berupa single op-amp dengan JFET input. LF357 lebih baik, tapi TL071 sudah cukup untuk tugas ini.

Hasil Simulasi

Phase Margin = 87 derajat

Gain Margin = 16 dB

THD pada 391W/8Ohm, 1kHz -> 0.000561%

THD pada 391W/8Ohm, 20kHz -> 0.010958%

Slew Rate = 100V/uS

PSRR pada 1kHz = 107 dB

Amplifier ini tidak disarankan dibebani dengan speaker 2 Ohm atau lebih kecil.

Power Supply

Jumlah transistor final

R2, R5

R7, R8

R23

+-90VDC

9 pasang

4K7/2W

15K/0.5W

82K/1W

+-77VDC

7 pasang

3K9/2W

12K/0.5W

68K/1W

+-63VDC

4 pasang

2K7/2W

8K2/0.5W

56K/1W

+-56VDC

3 pasang

2K2/2W

5K6

47K/0.5W

+-45VDC

2 pasang

1K8/1W

3K3

39K/0.5W

Untuk pemakaian power supply yang tegangannya lebih kecil, arus bias transistor harus makin besar. Pada power supply +-45VDC arus biasnya 80mA.

Peringatan

Bagi pemula yang baru belajar membuat PCB sendiri dan belum pernah merakit amplifier berdaya besar tidak disarankan untuk mengimplementasikan amplifier ini. Disarankan untuk membuat PCB amplifier berdaya kecil terlebih dahulu seperti Perkutut Amplifier. Penggunaan tegangan yang tinggi dan arus yang besar memerlukan tingkat kehati-hatian yang tinggi.

Hasil Implementasi

Pengunjung blog saya (Sdr. Muntahar) mengirimkan foto hasil implementasi amplifier ini kepada saya. Komentarnya ada di bawah.

elang bias      elang dc offset

Di bawah ini hasil implementasi dari Dian Arif.

Elang1Elang2

 
30 Komentar

Ditulis oleh pada 19 Februari 2015 inci Audio

 

Tag: ,